Penilaian Hotel


PERTUMBUHAN DAN PENILAIAN
PERUSAHAAN

Pertumbuan Internal
Pertumbuhan internal perusahaan dapat ditujukkan dengan pertumbuhan pasar perusahaan.  Suatu Hotel dikatakan tumbuh jika Tingkat Hunian Kamar ( Room Occupancy Rate)  meningkat.  Restaurant dikatakan tumbuh apabila Tingkat Perputaran Kursi ( Seat Turnover) meningkat. Hal tersebut menunjukkan peningkatan jumlah pelanggan meningkat pada suatu meal period).  Namun demikian pertumbuhan perusahaan tidak terbatas pada hal itu saja, peningkatan jumlah kamar, peningkatan jumlah kursi di restaurant dalam jangka pendek menunjukkan pertumbuhan perusahaan.  Jangka panjang, pertumbuhan internal dapat dilihat dari pengembangan bangunan, atau penambahan fasilitas bangunan baru.
Pertumbuhan Eksternal
Pertumbuhan eksternal seringkali dikaitkan dengan existensi atau kelangsungan hidup usaha.   Pertumbuhan dapat terjadi secara horizontal dan vertical. Pertumbuhan horizontal  misalnya hotel satu membeli hotel lainnya , sedangkan pertumbuhan vertical misalnya hotel mengembangkan usahanya   catering, atau restaurant mengembangkan ke supplier daging, atau perusahaan penerbangan mengembangkan ke hotel, Telekomunikasi ke wahana wisata, dsb.  Pengembangan dapat terjadi dengan cara ambil alih ( akuisisi) atau merger.

Keuntungan Mengakuisisi Properti
Terlepas dari bentuk akuisisi, keputusan akhir biasanya terfokus pada harga. Harga merupakan  pertimbangan utama dalam masalah ekonomi. Beberapa keutungan mengkuisisi property yang telah ada antara lain:
1.      Memungkinkan pertumbuhan yang lebih cepat karena dengan akuisisi perusahaan tidak perlu menunggu dua - sampai tiga tahun  yang disebabkan keterlambatan pembangunan gedung baru.
2.      Perkiraan (forecast) mengenai volume usaha lebih mudah disusun, karena  sudah diketahui  tingkat  occupancy (hunian) kamar pada tahun – tahun yang lalu hunian kamar demikian pula jumlah tamu restoran, dapat digunakan untuk proyeksi masa depan.  Demikian pula jika tersedia laporan historis jumlah  penjualan dan biaya operasional.
3.      Jika operator saat ini (manajemen lama)  telah menjalankan usaha dengan baik dan reputasi yang solid, maka perusahaan yang mengakuisisi memiliki basis yang baik untuk mengembangkan usaha.
4.      Di sisi lain, jika volume usaha rendah yang disebabkan  pengelolaan operator saat ini buruk, perusahaan yang mengakuisisi jika mempunyai manajemen operasi yang baik dapat memperoleh properti dengan harga yang relatif rendah.  Tapi, jika volume usaha rendah karena disebabkan lokasi yang buruk, atau faktor-faktor lain yang tidak dapat dengan mudah diperbaiki, maka pembelian ini tidak menguntungkan.
5.      Jika operator saat mempunyai hutang hipotek dengan tingkat bunga rendah, bagi  perusahaan yang mengakuisisi merupakan investasi yang sangat menarik.  Pemilik lama mungkin akan menjual dengan harga yang rendah, sedangkan perusahaan yang mengakuisisi membutuhkan jumlah uang tunai yang lebih sedikit untuk membayar property, karena adanya pengambil alihan hutang hipotek.

Kerugian Mengakuisisi Properti
Terdapat beberapa kerugian dalam mengakuisisi perusahaan yang telah berdiri, antara lain:
1.      Jika reputasi operator saat ini  buruk, maka biaya untuk membangun kembali reputasi  volume bisnis membutuhkan biaya yang sangat besar.
2.      Bangunan yang sudah terlalu usang memerlukan biaya renovasi yang besar.  Demikian pula, kurangnya desain modern mungkin diperlukan biaya pemeliharaan yang tinggi pada air conditioning,  perpipaan dan listrik.
3.      Adanya peraturan pemerintah  dan hukum yang melarang ekspansi property di masa depan ,misalnya, pengembangan bangunan bertingkat dengan jumlah lantai tertentu.


METODE PENILAIAN PEMBELIAN PROPERTY
Secara umum, nilai property merupakan harga yang disepakati kedua belah pihak antara penjual dan pembeli.  Namun, secara definisi deskriptif tidak dibahas bagaimana  menentukan nilai yang adil bagi kedua belah pihak. Untuk menentukan ini, ada tiga metode yang berbeda, yaitu:

Metode Biaya (The Cost Method)
pendekatan metode biaya berkaitan dengan penetapan biaya saat ini yang diperlukan untuk mereproduksi bangunan, mengurangi jumlah yang wajar untuk penyusutan yang disebabkan oleh kerusakan dan keusangan atau ekonomi dan kemudian menambahkan harga tanah saat ini.  Jika properti yang dibeli masih relative baru, metode ini mungkin cukup akurat.  Namun, jika yang dibeli bangunan tua, maka sulit untuk menggunakan metode ini secara akurat.  Juga, pada saat ini nilai atau brand image sebuah hotel sangat penting dalam menentukan nilai sebuah properti, tentunya hal ini tidak terakomodir dalam metode biaya.

Metode Pasar (The Market Method)
Dalam Metode pasar, mengevaluasi properti dengan cara membandingkannya dengan property serupa yang baru-baru ini terjual. Agar penilaian lebih akurat, harga penjualan baru-baru ini harus sebanding atau disesuaikan  dengan beberapa faktor , antara lain: usia, jenis konstruksi bangunan; luas bangunan, furnitur, mebel, dan kondisi peralatan, dan lokasi dan tata letak. Bahkan jika ada, pembadingnya transaksi property yang di daerah tersebut.   Namun , umumnya informasi akurat sangat sulit didapatkan, metode ini juga disulit diterapkan.   Kelayakan ekonomi dari suatu perusahaan industri perhotelan biasanya lebih penting dalam menentukan nilai properti, dan metode ini belum mencakup hal tersebut.

Metode Penghasilan ( the income method)
Sebuah perusahaan industri perhotelan tidak seperti banyak lainnya dari real estat komersial.  Usaha semacam ini baik real estate dan bisnis ritel, seringkali dihargai dengan taksiran saja. Nilai  assets dalam Neraca perusahaan tidak dalam memberikan nilai yang  riil karena dicatat dberdasarkan harga historis.  Pendekatan metode pendapatan diharapkan dapat  mengatasi masalah ini, karena  mendasarkan nilai properti pada pendapatan sebelum penyusutan, bunga,dan pajak dan menggunakan "kapitalisasi"  rate (tingkat bunga) yang sesuai.

Income Before Depreciation, Interest, and Income Tax (EBDIT)/ Laba sebelum penyusutan, Bunga dan pajak penghasilan
Pada dasarnya metode pendapatan memerlukan estimasi mengenai penghasilan rata-rata tahunan properti di masa depan. Data yang dibutuhkan adalah penghasilan sebelum penyusutan, bunga, dan pajak (Earning Before Depreciation and Tax - EBDIT).
EBDIT rata-rata di beberapa tahun yang akan datang dapat diperkirakan berdasarkan laporan laba rugi yang lalu, kemudian  disesuaikan dengan kondisi ekonomi masa depan dan faktor lainnya.  Faktor  yang perlu dipertimbangkan antara lain yaitu perkembangn infrastruktur, telekomunikasi, lokasi properti (visibilitas, accesbility, lansekap, dan ruang untuk ekspansi), posisi kompetitif (tarif kamar dan / atau makanan dan harga minuman, kedekatan dengan pasar dilayani, pasokan dan pertimbangan permintaan, reputasi), dan sebuah studi dari fisik properti, untuk menentukan apa fasilitas tersebut memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi di masa mendatang. Meskipun banyak dari item membutuhkan penilaian subjektif, tapi hal tersebut harus dipertimbangkan dalam menetapkan nilai property. Dalam memproyeksikan EBDIT, perlu mengasumsikan bahwa akan terjadi fluktuasi usaha atau pendapatan dan biaya.
Setiap usulan perluasan bisnis diperlakukan sebagai investasi yang terpisah dan perlu dilakukan studi kelayakan secara terpisah.

Tarif  Kapitalisasi ( Capitalization Rate)
Setelah proyeksi EBDIT dihitung, kemudian dibagi dengan tarif kapitalisasi (tarif permodalan)  yang sesuai.  Tarif  kapitalisasi umumnya ditentukan dari jumlah bunga tahunan dan pokok pinjaman yang diperlukan untuk pembiayaan.  Sebagai contoh, biaya bunga pinjaman yang harus dibayar untuk pinjaman jangka panjang 20 tahun,  pada tingkat bunga 10% adalah Rp.96.500, per bulan - untuk pinjaman sebesar Rp10.000.000, -. Meskipun pembayaran angsuran umumnya dilakukan secara bulanan, angka ini perlu diubah untuk setiap tahun, sehingga dikalikan dengan 12.
 Dalam kasus kami Rp.96.500, - x 12 = Rp.1.158.000, - Disajikan dalam jangka persentase, ini akan menjadi 11,58%.
Rp.1.158.000
X 100
= 11,58%
Rp.10.000.000
Komponen kedua dari tariff kapitalisasi yaitu pengembalian investasi atas pembelian properti.  Dalam industri perhotelan, secara umum tarif kapitalisasi sekitar 6% sampai 14%.   Tarif khusus  dapat ditentukan dengan mempertimbangkan factor resiko, misalnya: perolehan  laba dan risiko pembelian. Pembelian juga tergantung kondisi  yang ditawarkan dalam situasi di mana pembeli memperoleh semua aset: tanah, bangunan, dan mebel, perlengkapan, dan peralatan. Namun jika ternyata beberapa dari property tersebut ( mis: peralatan) tidak djual tapi harus disewa, maka resiko semakin besar , sehingga tarif kapitalisasi yang digunakan akan meningkat. Bahkan, semakin banyak asset yang harus disewa, maka tarif kapitalisasi bisa berkisar 15% sampai 25%.

Tarif Rata-rata Tertimbang Kapitalisasi (Weighted Average Capitalization Rate)
Tarif rata – rata tertimbang dihitung apabila investasi dibiayai dari berbagai sumber, misalnya” modal sendiri dan hutang. Agar lebih jelas diberikan contoh,  perhitungan tarif kapitalisasi rata-rata tertimbang untuk pembelian sebuah  property.  Proyeksi laba sebelum penyusutan dan pajak (EBDIT) sebesar Rp. 3.500.000.000, - per tahun.  Pembelian tersebut akan dibiayai oleh hutang jangka panjang (hipotek) 75% dengan bunga 10%  untuk jangka waktu 20 tahun.  Tarif kapitalisasi  tahunan untuk pinjaman jangka panjang hipotek adalah 11,58% (lihat perhitungan sebelumnya).  Pembelian atau investasi akan dibiayai  dengan hutang  sebesar 75% dan modal sendiri 25%.  Karena mempertimbangkan faktor risiko,  investor menginginkan tingkat pengembalian (return) atas investasi modal sendiri sebesar 16%.  Maka tarif  kapitalisasi rata – rata tertimbang dihitung, berikut:
9.1. Tarif Kapitalisasi Rata – Rata Tertimbang (Weighted Capitalization  Rate)
Sumber
 Proporsi
 Hasil Diharapkan
Tarif Rata – rata
Tertimbang
Hutang
75%
11,58%
0,08685
Modal Sendiri
25%
16%
0,040000


Total
0,12685

Menentukan Nilai Pembelian
Menggunakan tarif  kapitalisasi rata-rata tertimbang di atas, maka nilai property  dihitung dengan membagi angka EBDIT  dengan tarif :
Rp.3.500.000000,-
= Rp. 27.590.000.000,-
Rp.0,12685

10.2. Alokasi Laba (EBDIT) berdasar Sumber Pembiayaan
Sumber
Pembelian
Proporsi
Hasil Diharapkan 
Alokasi EBDIT
Hutang
Rp.27.590.000.000,-
75%
20.690.000.000
11,58%
2.396.000.000,-
Modal Sendiri
25%
6.900.000.000
16%
1.104.000.000
Total  EBDIT
3.500.000.000,-

Untuk memberikan ilustrasi bagaimana perubahan dalam tingkat hasil yang diharapkan ( rate of return) dapat mempengaruhi nilai pembelian, asumsikan investor hanya menentukan return sebesar 15%  untuk Modal Sendiri, (bukan 16% seperti sebelumnya) , maka perhitungan tariff kapitalisasi rata-rata tertimbang, sebagai berikut: 


10.3 Tarif Kapitalisasi Rata – Rata Tertimbang (Weighted Capitalization  Rate)
Sumber
Proporsi
Hasil Diharapkan
Rata-rata Tertimbang
Hutang
75%
11,58%
0,08685
Modal Sendiri
25%
15%
0,03750


Total
0,12435

Berdasarkan kapitalisasi tertimbang di atas, maka nilai pembelian  sebesar:
Rp.3.500.000000,-
= 28.150.000.000,-
Rp.0,12435

Perubahan yang relatif kecil dapat meningkatkan nilai pembelian sebesar Rp.560.000.000, hal tersebut menunjukkan bahwa metode penilaian properti pendapatan , dapat menyesuaikan dengan persyaratan pengembalian investasi dari utang dan modal sendiri.
Nilai pembelian ini belum bukan merupakan harga pembelian atau belum tentu sesuai dengan harga negosiasi yang terjadi antara penjual / pembeli . Harga yang disepakati, mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pembelian yang  dihitung.  Sehingga nilai pembelian ini merupakan ukuran harga yang akan memenuhi asumsi yang diharapkan oleh investor.  Jika lebih rendah, itu akan meningkatkan laba investor/pembeli. Sebagai contoh, anggaplah harga final disepakati pada harga Rp.28.000.000.000, -.   Apa yang akan menjadi rate of return modal sendiri ?  Hal ini dihitung dalam Ilustrasi.10.4.  
Ilustrasi 10.4. Perhitungan Return On Equity
Pembelian
28.000.000.000,-
Hutang : 75% x 28.000.000.000,-
21.000.000.000,-
Modal Sendiri : 25% x 28.000.000.000,-
7.000.000.000,-

Total EBDIT ( Earning Before Depreciation and Income Tax)
3.500.000.000,-
Biaya Bunga Hutang : 21.000.000.000 x 11, 58%
2.430.000.000,-
Laba Sebelum Pajak
1.070.000.000,-

ROE
=
Rp.1.070.000.000,- x 100%
=  15,3%,-
Rp.7.000.000.000,-


Investor/pembeli perlu memutuskan apakah mereka  akan menerima  rate of return 15,3%  atau tetap menginginkan  16%.   Investor perlu membuat kesepatan dengan penjual agar harga pembelian sesuai dengan  return yang diharapkan.  Merode ini belum memperhitungkan  tingkat pengembalian ivestasi.  Karena , EBDIT belum memperhitungkan depresiasi dan pajak untuk menghitung arus kas masuk sebagai dasar pengembalian investasi.

Net Present Value dan Internal Rate of Return
Pembelian sebuah usaha  yang telah berdiri merupakan sebuah investasi yang perlku diperhitungkan secara cermat.   Bahkan, evaluasi akuisisi pada sebuah bisnis/perusahaan yang telah bersiri, perlu diperhatikan dalam beberapa hal , antara lain:  laporan laba rugi yang telah terjadi pada perusahaan tersebut, sehingga perkiraan lebih mudah dibuat untuk  laba dan arus kas  di masa depan. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi lebih tepat untuk tetap menggunakan  metode seperti NPV atau IRR seperti penilaian investasi yang lain. Keputusan lain yagh perlu dibuat yaitu memperhitungkan  alokasi dari harga akuisisi untuk tanah, bangunan, furnitur, dan peralatan, dan tingkat penyusutan yang akan digunakan.  Untuk melanjutkan ilustrasi tentang pembelian properti yang dibahas sebelumnya, mari kita membuat asumsi berikut:
  1.  Harga pembelian sepakat untuk adalah Rp.28.000.000.000, -
  2.  Dari harga pembelian 75%  atau 21.000.000.000,- dibiayai dengan hutang selama 20 tahun pada tingkat bunga 10% (faktor amortisasi 11,58%), dan  25% atau 7.000.000.000,   dibiayai dengan modal sendiri. 
  3. Umur ekonomis yang tersisa dari properti adalah 25 tahun.
  4.  Harga beli dialokasikan sebagai berikut: Tanah = Rp.3.000.000.000; Bangunan =   20.000.000.000, -; Furniture dan Peralatan = 5.000.000.000, -
  5. Penyusutan akan: a. Bangunan - 25 tahun, garis lurus = 800.000.000, - per tahun; Furniture dan peralatan - 10 tahun, garis lurus atau 500.000.000, - per tahun.
  6. Tingkat pajak penghasilan adalah 50%

7.                   Metode IRR merupakan dasar dalam pengambilan keputusan investasi.

Ilustrasi .10.5.  Arus Kas Tahun 1
EBDIT

3.500.000.000,-
Depresiasi:


   Bangunan
800.000.000

   Perabot dan Peralatan
500.000.000,-
1.300.000.000,-
Laba Sebelum Bunga dan Pajak

2.200.000.000,-
Bunga : 10% x 21.000.000.000,-

2.100.000.000,-
Laba Sebelum Pajak

100.000.000
Pajak  50%

50.000.000,-
Laba Bersih

50.000.000,-




Laba Bersih

50.000.00,-
Tambah: Depresiasi

1.300.000.000,-


1.350.000.000,-
Kurang : Pembayaran Pokok Pinjaman*)

330.000.000,-
Arus Kas Masuk Bersih

1.020.000.000,-



*) Perhitungan pada tahun 1:


Total Pembayaran  : 21.000.000.000,- x 11,58
2.430.000.000,-

Kurang: Bunga   :  21.000.000.000,- x 10%
2.100.000.000,-

Pokok Pinjaman
330.000.000,-


Perkiraan arus kas tahunan perlu dibuat untuk 24 tahun yang tersisa. Jumlah arus kas akan berubah setiap tahunnya karena beban bunga menurun. Perubahan bunga, tentu akan mempengaruhi jumlah pajak penghasilan, dan dengan demikian laba bersih akan berubah. Setelah selesai disusun arus kas, maka  metode IRR dapat digunakan untuk menentukan apakah tingkat pengembalian atas investasi awal Rp.7.000.000.000, - lebih tinggi atau lebih rendah daripada tingkat rate of return tang  diharapkan perusahaan.  Jika tingkat pengembalian lebih tinggi, proyek ini bisa dilanjutkan, jika lebih rendah, berarti tidak layak.

HOLDING COMPANY

Sebuah perusahaan holding merupakan perusahaan yang memegang semua jumlah saham, mayoritas pemegang saham perusahaan lain.  Sehingga, perusahaan ini mempunyai control yang dominan  terhadap perusahaan lain.  Pertumbuhan eksternal dapat dicapai jika perusahaan dapat menguasai saham perusahaan lain. Hal meminimalkan jumlah uang yang dibutuhkan untuk ekspansi perusahaan.
Perusahaan tidak harus memiliki 51% atau lebih dari saham perusahaan lain untuk mengendalikan.  Kontrol dapat dicapai secara efektif, terutama pada perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki publik,  sehingga dimungkinkan hanya dengan kepemilikan  10% sampai 20% dari saham, telah menjadi pemegang saham yang dominan.  Saham-saham dapat dibeli sedikit demi sedikit di pasar, tanpa harus melakukan  tekanan pada harga.  Akhirnya, persetujuan  pemegang saham dominan diperlukan untuk melakukan  merger atau konsolidasi.
Sebuah istilah yang sering digunakan dalam  pertumbuhan dengan mengakuisisi perusahaan lain adalah "efek sinergis".  Sehingga,  diharapkan keutungan yang diperoleh dua perusahaan gabungan akan lebih besar untuk  pengembalian pada suatu investasi.